1. Pengertian Isrāf
Berlebih-lebihanan, dalam Bahasa Arab disebut dengan kata : “Asrafa – Yusrifu – Israafan” yang berarti bersuka ria sampai melewati batas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melampaui batas (berlebihan) diartikan; “melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan aturan (nilai) tertentu yang berlaku. Secara istilah melampaui batas (berlebihan) dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang di luar kewajaran atau kepatutan. Isrāf juga dapat berarti menggunakan harta untuk sesuatu yang benar namun melebihi batas yang dibenarkan, misalnya makan atau minum secara berlebihan.
2. Dasar Larangan Isrāf (QS. Al-A’raf [7]: 31
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ
كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31)
Sikap dan perilaku berlebihan merupakan salah satu penyakit ruhani yang sangat merugikan diri manusia itu sendiri. Nabi bersabda; Artinya: “Makan dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa bersikap berlebihan dan sombong.” (HR. An-Nasa’i) Al-Qur’an maupun hadiś di atas menjelaskan secara tegas larangan makan dan minum, berpakaian dan bersedekah secara berlebihan. Sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul, di dalamnya pasti ada madharatnya bagi manusia. Oleh karena itu Islam menganjurkan hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
3. Contoh Perilaku Isrāf
a. Isrāf dalam makan dan minum, misalnya mengkonsumsi makanan melebihi nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Termasuk dalam kategori ini adalah bermewah-mewahan dalam makan dan minum.
b. Isrāf dalam berpakaian, misalnya memakai pakaian dengan mode pakaian yang justru tidak sesuai dengan syari’at, misalnya terlalu panjang atau terlalu kecil.
c. Isrāf dalam penggunaan air, misalnya mencuci pakaian dengan menggunakan air yang berlebihan atau membiarkan kran air terbuka sehingga air terbuang percuma.
d. Isrāf dalam penggunaan listrik, misalnya tidak mematikan lampu setelah selesai dipakai, tidak mematikan kipas angin setelah tidak dipakai, dsb.
e. Israf dalam penggunaan alat komunikasi, misalnya mengobrol dengan ponsel berlama-lama, main game online dan sejenisnya sehingga melupakan waktu istirahat, waktu belajar dan waktu ibadah.
f. Isrāf dalam ibadah, misalnya melaksanakan salat lail semalam suntuk sehingga ketiduran dan tidak melaksanakan salat subuh.
g. Berlebih-lebihan dalam segala perbuatan mubah sehingga mengalahkan yang sunnah dan yang wajib
4. Dampak Sikap Isrāf
Perilaku isrāf merupakan salah satu perwujudan dari sikap ingkar terhadap nikmat Allah. Betapa tidak, Allah memberikan rizqi yang berupa harta, usia, kesempatan, dll. agar dipergunakan sesuai dengan keperuntukannya dan dalam takaran yang wajar, tidak boleh berlebih-lebihan.
Perilaku isrāf juga dapat memunculkan kecemburuan sosial yang dapat memicu kerawanan sosial. Sebagaimana diketahui bahwa di tengah-tengah kehidupan masyarakat, ada yang miskin, ada yang kaya, dsb. Apabila di lingkungan tersebut, ada prilaku dari si kaya yang berlebih-lebihan, maka akan membuat sakit hati bagi si miskin. Dari situ akan muncul sikap cemburu sosial. Kecemburuan sosial ini, apabila tidak segera diatasi maka akan memunculkan kerawanan sosial yang berupa disintegrasi sosial yang ditandai dengan renggangnya hubungan antar anggota masyarakat. Kerenggangan hubungan sosial ini dapat memicu terjadinya konflik. Untuk itu hidup sederhana dan peduli terhadap lingkungan sangatlah penting.
Dalam kasus yang lain, Isrāf dapat menimbulkan perilaku rakus. Dari perilaku rakus ini akan memicu perilaku buruk lainnya, yaitu menghalalkan segala cara untuk memenuhi kerakusannya itu. Perilaku menghalalkan segala cara ini akan menimbulkan permasalahan sosial yaitu hilangnya kepedulian sosial. Orang akan acuh-tak acuh atau tidak mempedulikan terhadap keadaan lingkungan social di mana dia hidup. Apabila harta yang dimilikinya habis, maka orang yang terbiasa berlebihlebihan
akan melakukan apapun, tidak mempedulikan norma-norma sosial, hukum, dan agama, yang terpenting adalah mendapatkan harta untuk memenuhi kesenangannya.
5. Upaya Menghindari Sikap Isrof
Rasulullah melarang umatnya berpuasa terus-menerus, melarang ṣalat di sebagian besar waktu malam kecuali pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, melarang membujang bagi yang mampu menikah, atau melarang orang yang meninggalkan makan daging.
Islam mengajarkan sifat kebersahajaan (iffah), setiap muslim dilarang mengikuti ajakan nafsu atau panggilan syahwat. Nafsu harus dikendalikan, sederhanalah dan tundukkan nafsu dengan akal sehat. Sebagian besar keburukan itu disebabkan oleh tidak mampunya seseorang dalam mengendalikan nafsunya. Janganlah ataupun melampaui batas. Orang yang memiliki sikap sederhana maka tidak akan melakukan sesuatu yang melebihi kewajaran, karena akan merendahkan diri sendiri baik di hadapan Allah atau sesama manusia. kemaslahatan bersama. Sesungguhnya sikap bersahaja dan sepadan akan dapat mengendalikan setiap muslim dari sikap melampaui batas (isyraf). Firman Allah:
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ
يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
Artinya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al-Furqan [25]: 67)
1. Pengertian Sikap Tabżīr
Istilah tabżīr berasalah dari bahasa Arab disebut dengan kata " Baddaro, yubaddiru tabdiron“ dalam tafsir Departemen Agama diartikan sebagai suatu perbuatan menghambur-hamburkan harta”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tabẓīr diartikan, “berlebih-lebihan atau menghambur-hamburkan dalam pemakaian uang ataupun barang”. Secara istilah, boros adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara menghambur-hamburkan uang ataupun barang dengan tujuan untuk memenuhi kesenangan. Tabẓīr juga bisa diartikan sebagai menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar, misalnya membelanjakan harta untuk tujuan maksiat.
Sebagian ulama memahami tabẓīr (pemborosan) sebagai sesuatu pengeluaran yang bukan haq. Jika seseorang mengeluarkan hartanya sebanyak apapun untuk sesuatu yang haq maka orang tersebut tidak disebut sebagai pemboros. Sebaliknya, apabila seseorang mengeluarkan harta untuk perkara yang bāṭil walaupun sedikit maka dia disebut pemboros.
2. Dasar Larangan Tabżīr
Allah menjelaskan bahwa orang yang boros itu saudara setan. Ungkapan ini dimaksudkan untuk mencela orang-orang yang memiliki sikap boros sebagaimana firman-Nya:
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ
السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا
اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemborospemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ [17]: 26-27)
Perilaku boros adalah termasuk hal yang bāṭil, dan seluruh perbuatan setan pasti mengandung kebatilan, sehingga tindakan yang dilakukan oleh orang yang boros mempunyai kesamaan dengan perbuatan setan, yaitu sama-sama perbuatan batil, sehingga Allah Swt. menempatkan pemboros sebagai saudara setan. Pemboros dan setan juga mempunyai kesamaan dalam hal keingkarannya kepada Allah.
3. Contoh Perbuatan Tabżīr
Sebagaimana dijelaskan dalam pengertian tabẓīr, bahwa perilaku tabẓīr adalah membelanjakan harta pada jalan yang salah/tidak haq maka contohnya banyak sekali. Setiap pengeluaran (uang, barang dan jasa) untuk keperluan yang tidak haq atau perbuatan tmaksiat, maka itu termasuk kepada perbuatan tabẓīr, misalnya:
a. Memberi sumbangan untuk kegiatan hura-hura dan kemaksiatan, misalnya untuk acara pesta minum-minuman keras. Walaupun dia tidak ikut meminumnya, maka sumbangannya tersebut termasuk pada perbuatan tabẓīr.
b. Mengkonsumsi makanan yang tidak ada manfaatnya dan justru membahayakan, misalnya membeli minum-minuman keras, narkoba, dll.
c. Membeli sesuatu yang tidak diambil manfaatnya.
d. Kongkow-kongkow yang tidak jelas tujuannya. Ini termasuk tabẓīr dalam soal waktu atau kesempatan.
e. Segala sesuatu pembelanjaan yang tidak memperhitungkan tujuan dan kemanfaatan dan hanya menuruti kesenangan.
4. Bahaya Sikap Tabżīr
Orang yang memilik perilaku tabẓīr, di mata Allah merupakan saudaranya setan. Dengan demikian maka akan sulit membedakan perbuatan yang benar dan yang salah menurut Agama. Baginya, sesuatu yang baik adalah yang dapat menyenangkan hatinya, walaupun bertentangan dengan norma sosial, hukum, dan agama. Dia akan menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan harta/uang sehingga dapat digunakan untuk menyenangkan hatinya. Apabila demikian, maka dia akan menjadi orang yang hedonis.
1. Pengertian Bakhīl
Bakhīl/kikir ialah menahan harta yang seharusnya dikeluarkan. Al-Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat mendefinisikan bakhīl dengan menahan hartanya sendiri, yakni menahan memberikan sesuatu pada diri dan orang lain yang sebenarnya tidak berhak untuk ditahan atau dicegah, misalnya uang, makanan, minuman, dan lain-lain. Ketika orang memiliki uang, makanan, dan minuman yang mestinya bisa diberikan kepada yang membutuhkan, kemudian enggan untuk memberikannya, maka ia adalah bakhīl .
Orang yang dapat mengindari perilaku bakhīl maka di sisi Allah digolongkan sebagai orang yang beruntung, sebagaimana firman-Nya:
ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ
الْمُفْلِحُوْنَۚ
Artinya: dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr [59]: 9)
Bakhīl adalah sifat tercela karena sifat ini terlahir dari godaan setan . Bakhīl dijadikan oleh setan sebagai jalan untuk menuju ke neraka. Allah Swt. berfirman dalam QS. al-Isra (17): 29-30 sebagai berikut:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ
مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ
مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ
وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا ࣖ
Artinya: dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.(QS. al-Isra [17]: 29-30)
Banyak contoh tentang kehancuran orang-orang yang bakhīl. Salah satunya adalah Qarun. Qarun adalah raja kebakhilan yang kisah hidupnya diabadikan dalam al-Qur’an, yaitu dalam surat al-Qashash. Hal ini perlu kita cermati sebagai pelajaran bahwa bakhīl dapat membawa kehancuran di dunia dan di akhirat. Sifat bakhīl muncul diakibatkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia, tidak adanya keyakinan tentang kemuliaan yang ada di sisi Allah, tamak dan kagum kepada diri sendiri serta sebab-sebab lainnya. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
Artinya: Dari sahabat Abu Abdillah atau terkadang dipanggil Abu Abdirrahman Tsauban berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dia infakkan kepada keluarganya dan dinar yang diinfakkan untuk membeli kendaraan perang di jalan Allah, serta dinar yang diinfakkan untuk saudaranya untuk perang di jalan Allah. (HR. Muslim)
2. Dasar Larangan Bakhīl
Harta yang dimiliki manusia adalah karunia dari Allah Swt. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada-Nya maka kita harus mengeluarkan sebagian dari karunia tersebut untuk orang lain. Apabila menahannya berarti kebakhilan telah menghinggapinya. Perilaku bakhil ini dilarang Allah Swt. sebagai firman-Nya:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ
مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ
مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ
وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ࣖ
Artinya: Sekali-kali janganlah orang yang bakhīl dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhīlan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhīlan itu adalah buruk bagi mereka. (QS. Ali Imran [3]: 180).
Allah telah mengabadikan kisah kebakhilan Qarun di dalam al-Qur’an. Kisah ini agar dijadikan pelajaran kepada umat manusia, bahwa perilaku bakhil/kikir sangat dilarang oleh Allah Swt. Harta yang dimiliki seseorang merupakan karunia Allah yang harus dipergunakan sebaik-baiknya di jalan Allah. Allah Swt. mengkisahkan perilabu bakhil Qarun tersebut sebagaimana firman-Nya:
فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ ۗفَمَا كَانَ لَهٗ مِنْ
فِئَةٍ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖوَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ
Artinya : “Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap adzab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al-Qashas [28]: 81).
3. Bahaya Perilaku Bakhīl
a. Harta yang ditahan karena kebakhilan akan dikalungkan di lehernya di hari kiamat, sebagaimana firman-Nya:
وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ
اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ
ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ
السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya: Harta yang mereka bakhīl kan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali Imran [3]: 180).
b. Mengikuti jejak setan.
Orang yang bakhil, sebenarnya telah mengikuti petunjuk setan, karena mereka mengira, bahwa dengan kebakhilannya itu akan dapat menyelamatkan hartanya. Hal tersebut disindir oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِ ۚ
وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
ۖ
Artinya: setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (QS Al-Baqarah [2]: 268)
c. Terhalang masuk surga
Rasulullah Saw. ., menegaskan bahwa orang yang kikir tidak akan masuk surga. Artinya: Tidak akan masuk surga orang-orang yang menipu, bakhīl (kikir) dan orang-orang yang buruk mengurus miliknya (HR Tirmidzi)
d. Rizki menjadi sempit
Orang yang mempunyai tabiat kikir/bakhīl mengira, bahwa dengan kebakhialnnya itu dia akan menjadi kaya, padahal yang terjadi sesungguhnya adalah dia telah disempitkan hidupnya, karena dalam jiwanya selalu merasa sempit/tidak berkecukupan atas harta yang dimilikinya. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
Artinya: Dari Asma’ ra, ia berkata : Nabi Saw. berpesan kepadaku, Janganlah kamu bakhīl , yang menyebabkan kamu disempitkan rezqimu. (HR. Bukhari)
e. Menimbulkan malapetaka
Perilaku bakhīl akan menimbulkan malapetaka yang besar terhadap kemanusiaan. Perilaku ini bisa menimbulkan rasa dengki dan iri hati dalam jiwa orang-orang fakir dan miskin terhadap orang kaya yang bakhīl . Sebagai akibatnya, orang-orang miskin akan mencari-cari kesempatan yang tepat untuk melampiaskan rasa kedengkiannya terhadap orang-orang kaya yang bakhīl , dan berusaha mencari jalan untuk menghancurkan harta kekayaan mereka. Sebagai man tercantum dalam Q.S al-Lail (92): 8-11:
وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰىۙ
فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰىۗ وَمَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهٗٓ اِذَا تَرَدّٰىٓۙ
Artinya: dan Adapun orang-orang yang bakhīl dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar, dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (QS. al-Lail [92]: 8-11)
4. Menghindari Perilaku Bakhīl
a. Menanamkan keyakinan bahwa segala sesuatu itu milik Allah
b. Memperbanyak rasa syukur
c. Melakukan kegiatan sosial dengan memperbanyak infak dan sedekah
d. Memohon perlindungan Allah dari sifat bakhīl /kikir
Berikut ini, adalah do’a yang berisi permintaan agar kita terhindar dari penyakit hati yaitu pelit lagi tamak yang merupakan penyakit yang amat berbahaya.
Artinya: Ya Allah, hilangkanlah dariku sifat pelit (lagi tamak), dan jadikanlah aku orang-orang yang beruntung
Tidak ada komentar