KB. 2 KUNCI KERUKUNAN
KEGIATAN BELAJAR 2
KUNCI KERUKUNAN
Indonesia ini penuh dengan keberagaman baik dari suku, agama, ras, maupun atar golongan. Ada sekitar 1.340 suku bangsa yang ada di Indonesia, 6 agama besar dan berpuluhpuluh agama kepercayaan. Dengan Keberagaman ini, agama Islam Mengajarkan untuk saling mengenal antar bangsa dan suku dan tidak merasa paling hebat di antara yang lainnya. Oleh Karena itu, kita harus membina dan menjaga kerukunan di Indonesia. Dalam membina dan menjaga kerukunan ini, agama Islam mengajarkan untuk bersikap toleransi kepada orang ataupun golongan lain, meyakini persamaan derajat manusia, moderat atau bersikap wasathiyah dan memahami persaudaraan. Dan pada bab ini, kita akan mendalami keempat sikap tersebut.
Materi Inti
A. Toleransi (Tasāmuḥ)
1. Pengertian Toleransi (Tasāmuḥ)
Kata tasāmuḥ diambil dari kata samaḥa berarti tenggang rasa atau toleransi. Dalam bahasa Arab sendiri tasāmuḥ berarti sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf. Dalam secara istilah, tasāmuḥ adalah sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan oleh agama Islam. Maksud dari tasāmuḥ ialah bersikap menerima dan damai terhadap keadaan yang dihadapi, misalnya toleransi dalam agama ialah sikap saling menghormati hak dan kewajiban antar agama. Tasāmuḥ dalam agama bukanlah mencampuradukkan keimanan dan ritual dalam agama, melainkan menghargai eksistensi agama yang dianut orang lain.
2. Toleransi Dalam Agama Islam
Tasāmuḥ ialah sikap yang mengarahkan pada keterbukaan dan menghargai perbedaan. Perbedaan merupakan fitrah yang sudah menjadi ketetapan Allah Swt. dan seluruh manusia tak bisa menolak-Nya. Allah berfirman yang artinya ;
“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui, Maha mengenal” (QS. al-Hujurāt [49]: 13)
Konsep tasāmuḥ yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Yaitu dengan mengenali, menghargai, dan terbuka dengan perbedaan. Namun, apabila hubungannya dengan keyakinan dan ritual, agama Islam tidak mengenal kata kompromi. Keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain begitu pula dengan ritualnya.
Sebagai bukti bahwa tasāmuḥ merupakan salah satu ajaran Islam adalah Allah melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Tanpa larangan tersebut, manusia akan saling memperolok jika berbeda keyakinan. Allah Swt. berfirman:
“Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo'a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan" (QS. al-An’am [6]:108)
Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang agama yang paling dicintai oleh Allah, maka beliau menjawab, “al-Hanafiyyah as-Samhah (agama yang lurus yang penuh toleransi), itulah agama Islam”
Dalam Islam, tasāmuḥ berlaku bagi semua orang tanpa mengenal perbedaan. Akan tetapi setiap orang memiliki perbedaan penerapan tasāmuḥ, ada yang masih belum terlatih melakukannya dan ada yang sudah terlatih melakukannya. Untuk itu Syaikh Yusuf Qardhawi menjelaskan adanya empat faktor yang mendorong sikap tasāmuḥ, yaitu:
a. Keyakinan bahwa manusia itu makhluk mulia.
b. Perbedaan di dunia ialah realitas yang
dikehendaki Allah.
c. Allah Maha membuat perhitungan, jadi tiada
kuasa mutlak manusia untuk mengadili kekafiran atau kesesatan seseorang.
d. Keyakinan akan perintah Allah untuk berbuat
adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia.
3. Membiasakan Berperilaku Toleransi dalam
Kehidupan Sehari-hari
Setelah mengetahui sikap tasāmuḥ dalam Islam. Kita
dituntut untuk bersikap tasāmuḥ. Sebagai
contoh sikap tasāmuḥ dalam Islam yaitu,
a. Di kota Madinah, Rasulullah Saw. tidak sungkan
berdampingan dengan pribumi Yahudi maupun Nasrani.
2. Ketika menaklukkan Jerussalem, khalifah Umar r.a. tidak merusak tempattempat Ibadah warga non-muslim dan pemeluknya teteap diberikan kebebasan untuk menjalankan ritual agamnya.
b. Rasulullah Saw. memberi makan seorang beragama
Yahudi buta dan miskin.
c. Ketika ada jenazah seorang Yahudi melintas di
sebelah Rasulullah Saw. Dan para sahabat, Rasulullah Saw. berhenti dan berdiri.
Kemudian seorang sahabat berkata, “Kenapa engkau berhenti ya Rasulullah?
Padahal itu adalah jenazah orang Yahudi?” Rasulullah Saw. bersabda: “Bukankah
dia juga manusia?”
B. Persamaan Derajat (Musāwah).
1. Pengertian Persamaan Derajat (Musāwah)
Kata musāwah berasal dari kata dasar sawwā berarti meratakan, menyamaratakan. Kata musāwah secara bahasa berarti kesamaan atau ekualitas. Sedangkan secara istilah musāwah adalah sikap terpuji di mana memandang bahwa setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang sama. Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari Abi al-Yaman, al-Azhari menceritakan dari
al-Utaiby: Sesungguhnya yang dikehendaki Nabi dalam hal ini adalah bahwa
manusia adalah sama (setara) dalam nasab. Tidak seorang pun dari mereka
memiliki kelebihan (dari yang lainnya), akan tetapi mereka serupa, seperti 100
ekor unta yang tidak memiliki induk” (H.R. Bukhari)
Sikap musāwah ini sering kali dipakai dalam bidang
hukum guna menyamaratakan hukuman seseorang dengan orang lain. Akan tetapi
musāwah sendiri dapat digunakan pada berbagai macam perilaku tertentu semisal
pendapat dari rakyat jelata perlu didengarkan selama pendapatnya logis dan
berbobot. Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Pandanglah perkataannya bukan orangnya”
2. Musāwah Dalam Islam
Menurut Muhammad Ali al Hasyimy dalam Manhāj al-Islām fi al-‘Adalah wa al-Musāwah, ada beberapa hal berkaitan dengan prinsip musāwah dalam ajaran Islam, yaitu:
a. Persamaan adalah buah dari keadilan dalam
Islam.
b. Setiap manusia sama derajatnya, tidak ada
pengistimewaan tertentu pada seorang terhadap orang lain. Maksudnya adalah
tanggung jawab yang sama.
c. Memelihara hak-hak non-muslim. Di antaranya
adalah memahami perbedaan keyakinan dan ritual agama.
d. Persamaan derajat antara laki-laki dan
perempuan dalam kewajiban agama dan lainnya. Maksudnya adalah dalam hak dan
kewajiban, Islam menjadikan keduanya sama, yaitu dalam kewajiban-kewajiban
agama, hak pribadi, martabat manusia, hak-hak sipil dan kekayaan.
e. Persamaan sosial di masyarakat. Maksudnya
adalah dalam kehidupan
masyarakat, setiap orang baik kaya maupun miskin,
pejabat atau rakyat berada pada hak dan kewajiban yang sama meskipun
implementasinya berbeda karena faktor otoritas di dalamnya seperti pejabat
pemerintah memiliki kewajiban untuk membuat undang-undang sedangkan rakyat
tidak berhak untuk membuat undang-undang.
f. Persamaan manusia di depan hukum. Maksudnya
adalah dalam hukum, siapa pun akan menerima hukuman sesuai dengan perilakunya.
Tidak ada kata hukum tajam di bawah dan tumpul di atas.
g. Persamaan dalam mendapatkan jabatan publik.
Maksudnya adalah setiap orang memiliki hak untuk menjadi pejabat publik.
Contohnya ketika Rasulullah memberikan jabatan panglima, gubernur dan
jabatan-jabatan strategis lainnya pada banyak budak yang telah dimerdekakan
seperti Zaid, Usamah bin Zaid, dan lainnya.
h. Persamaan didasarkan pada kesatuan asal bagi
manusia. Maksudnya adalah setiap manusia dalam kedudukan sama di sisi Allah.
3. Membiasakan Berperilaku Musāwah dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah mengetahui sikap beberapa prinsip musāwah dalam Islam. Kita dituntut untuk bersikap musāwah. Sebagai contoh sikap musāwah dalam Islam yaitu,
1. Islam datang dengan meningkatkan derajat wanita. Pada masa lampau, wanita dianggap sebagai harta yang dapat diperjual belikan. Setelah datangnya Islam, wanita dikembalikan pada fitrahnya.
2. Ketika seorang Yahudi menagih hutang yang belum jatuh tempo pada Rasulullah, dan ia menagihnya dengan kasar. Ia berkata, “Sungguh kalian adalah orang-orang yang menunda-nunda hutang wahai Bani Abdil Mutthalib”. Lantas ketika Rasulullah melihat para sahabatnya marah atas perkataan tersebut, Rasulullah bersabda, “Biarkan dia, karena orang yang mempunyai hak, punya hak bicara”
3. Ketika Khalifah Umar Ra. mengirim surat kepada hakimnya Abu Musa alAsy’ari yang berisi arahan tentang hukum persamaan hak antara manusia di hadapan pengadilan. Beliau berkata, “Samakan antara manusia di hadapanmu, di majelismu, dan hukummu, sehingga orang lemah tidak putus asa dari keadilanmu, dan orang mulia tidak mengharap kecuranganmu.”
4.
Ketika pengangkatan seorang pemuda, Usamah bin
Zaid sebagai panglima pasukan umat Islam yang bersiap-siap untuk memerangi
romawi.
....................... Selamat
belajar ................
Tidak ada komentar